unmabanten.ac.id — Isu radikalisme yang disinyalir berkembang di masyarakat bukan hanya menjadi perhatian pemerintah dan aparat keamanan, kalangan kampus juga turut memberikan perhatian dan kontribusi pemikiran untuk menangkal paham ekstrem ini.
Hal tersebut tercermin dari penyelenggaraan Seminar Nasional bertema Terpapar Radikalisme: Dialog Antar Pemahaman yang diadakan oleh Universitas Mathla’ul Anwar (UNMA) Banten di Kampus Pascasarjana Serang, Banten, Sabtu 16 Nopember 2019.
Seminar yang diikuti sekitar 200 peserta dihadiri oleh Ketua Umum PB Mathla’ul Anwar KH A. Syadeli Karim dan Rektor UNMA Banten Prof. Dr. Abdul Gani Abdullah yang sekaligus membuka acara tepat pukul 09.30 WIB.
Adapun para pembicara selain dosen UNMA seperti Dr. Aprina Suar, Dr. Asmudi, dan Dr. Firman Adi Candra, juga datang dari Densus 88 Anti Teror (Kombes Pol Ahmad Nurwahid) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Banten (Dr. Amas Tajuddin).
Rektor UNMA Banten dalam sambutannya mengatakan bahwa radikalisme seringkali sangat dekat dengan tindakan terorisme karena itu radikalisme penting untuk dicegah sejak dini. Asal-muasal radikalisme sendiri menurut Prof. Abdul Gani Abdullah bukan berasal dari peradaban Islam, namun dari peradaban Barat dan punya kaitan erat dengan individualisme, liberalisme, kapitalisme, dan human right.
Rektor UNMA berharap seminar radikalisme ini dapat memberikan klarifikasi mengenai kaitan antara radikalisme dan terorisme di satu pihak, dengan ajaran agama di pihak yang lain. Apakah benar radikalisme muncul karena memahami agama secara salah? “Semoga pertanyaan tersebut bisa terjawab pada seminar ini,” ujar Prof. Abdul Gani.
Ketua Umum PBMA mengutip surat As-Syam bahwa semua manusia sejak di dalam rahim diberikan dua sifat yang bertolak belakang yakni ketakwaan dan kefasikan. Karena itu perilaku radikal sesungguhnya sudah muncul sejak keturunan pertama Nabi Adam yang membunuh saudaranya.
Islam datang, kata KH Syadeli Karim, untuk menuntun manusia agar jiwa dan tindakannya dijauhkan dari sifat-sifat jahat yang memang sudah ada dalam diri manusia sejak sebelum lahir. Tidak ada satu pun ajaran Islam yang membolehkan manusia membunuh manusia lain. “Yang diberikan hak untuk membunuh itu adalah negara, bukan perorangan, itu pun harus dengan alasan yang sangat kuat seperti terhadap pelaku pembunuhan sadis,” jelasnya.*** (AN)
Leave a Reply